
Masa Pertumbuhan dan Menuntut Ilmu
Pada saat
berusia 9 tahun, Guru Marzuki ditinggal wafat ayahnya. Pengasuhannya pun
beralih ke tangan ibunya yang dengan penuh kasih sayang membina sang
putra dengan baik. Pada usia 12 tahun, Marzuki dikirim oleh sang ibu
kepada seorang ahli fikih bernama Haji Anwar untuk memperdalam Al-Qur’ân
dan ilmu-ilmu dasar bahasa Arab. Guru Marzuki kemudian melanjutkan
pelajarannya mengaji kitab-kitab klasik (turats) dibawah bimbingan
seorang ulama Betawi, Sayyid Usman bin Muhammad Banahsan. Melihat
ketekunan dan kecerdasan Marzuki-muda, sang guru pun merekomendasikannya
untuk berangkat ke Mekah al-Mukarramah guna menunaikan ibadah haji dan
menuntut ilmu. Guru Marzuki yang saat itu berusia 16 tahun pun kemudian
bermukim di Mekah selama 7 tahun.
Guru-guru di Haramain
Selama tidak kurang dari 7 tahun,
hari-harinya di Tanah Suci dipergunakan Guru Marzuki dengan baik untuk
beribadah dan menimba ilmu dari para ulama terkemuka di Haramain. Ulama
Haramain yang sempat membimbing Guru Marzuki, antara lain: Syekh
Muhammad Amin bin Ahmad Radhwan al-Madani (w. 1329 H.), Syekh Umar
Bajunaid al-Hadhrami (w. 1354 H.), Syekh Abdul karim al-Daghistani,
Syekh Mukhtar bin Atharid al-Bogori (w. 1349 H), Syekh Ahmad al-Khatib
al-Minangkabawi (w. 1337 H.), Syekh Umar al-Sumbawi, Syekh Mahfuzh
al-Termasi (w. 1338 H.), Syekh Sa’id al-Yamani (w. 1352 H), Syekh Shaleh
Bafadhal, Syekh Umar Syatta al-Bakri al-Dimyathi (w. 1331 H.), Syekh
Muhammad Ali al-Maliki (w. 1367 H.) dan lain-lain.
Ilmu yang dipelajarinya pun
bermacam-macam, mulai dari nahwu, shorof, balaghah (ma‘ani, bayan dan
badi‘), fikih, ushul fikih, hadits, mustholah hadits, tafsir, mantiq
(logika), fara’idh, hingga ke ilmu falak (astronomi). Dalam bidang
tasawuf, guru Marzuki memperoleh ijazah untuk menyebarkan tarekat
al-‘Alawiyah dari Syekh Umar Syatta al-Bakri al-Dimyathi (w. 1331 H.)
yang memperoleh silsilah sanad tarekatnya dari Syekh Ahmad Zaini Dahlan
(w. 1304 H/1886 M.), Mufti Syafi’iyyah di Mekah al-Mukarramah.
Dalam disertasi doktoralnya di Fak. Darul Ulum, Cairo University (hal. 63 – 66), Daud Rasyid memasukkan Guru Marzuki sebagai salah seorang pakar hadits Indonesia yang sangat berjasa dalam penyebaran hadits-hadits nabi di Indonesia dan menjaga transmisi periwayatan sanadnya.
Dalam disertasi doktoralnya di Fak. Darul Ulum, Cairo University (hal. 63 – 66), Daud Rasyid memasukkan Guru Marzuki sebagai salah seorang pakar hadits Indonesia yang sangat berjasa dalam penyebaran hadits-hadits nabi di Indonesia dan menjaga transmisi periwayatan sanadnya.
Sistem Mengajar dan Para Muridnya
Sesudah kembali ke
tanah air, atas permintaan Sayid Usman Banahsan, Guru Marzuki mengajar
di masjid Rawabangke selama lima tahun, sebelum pindah dan menetap di
Cipinang Muara. Di sinilah ia merintis berdirinya pesantren di tanah
miliknya yang cukup luas. Santri yang mondok di sini memang tidak
banyak, ditaksir sekitar 50 orang dan terutama datang dari wilayah utara
dan timur Jakarta (termasuk Bekasi).
Cara mengajar Guru Marzuki kepada muridnya tidak lazim di masa itu, yaitu sambil berjalan di kebun dan berburu bajing (tupai). Ke mana sang guru melangkah, ke sana pula para murid mengikutinya dalam formasi berkelompok. Setiap kelompok murid biasanya terdiri dari empat atau lima orang yang belajar kitab yang sama, satu orang di antaranya bertindak sebagai juru baca. Sang guru akan menjelaskan bacaan murid sambil berjalan. Setiap satu kelompok selesai belajar, kelompok lain yang belajar kitab lain lagi menyusul di belakang dan melakukan hal yang sama seperti kelompok sebelumnya.
Cara mengajar Guru Marzuki kepada muridnya tidak lazim di masa itu, yaitu sambil berjalan di kebun dan berburu bajing (tupai). Ke mana sang guru melangkah, ke sana pula para murid mengikutinya dalam formasi berkelompok. Setiap kelompok murid biasanya terdiri dari empat atau lima orang yang belajar kitab yang sama, satu orang di antaranya bertindak sebagai juru baca. Sang guru akan menjelaskan bacaan murid sambil berjalan. Setiap satu kelompok selesai belajar, kelompok lain yang belajar kitab lain lagi menyusul di belakang dan melakukan hal yang sama seperti kelompok sebelumnya.
Mengajar dengan cara duduk hanya
dilakukan oleh Guru Marzuki untuk konsumsi masyarakat umum di masjid.
Meskipun demikian, anak-anak santrinya secara bergiliran membacakan
sebagian isi kitab untuk sang guru yang memberi penjelasan atas bacaan
muridnya itu. Para juru baca itu kelak tumbuh menjadi ulama terpandang
di kalangan masyarakat Betawi dan sebagian mereka membangun lembaga
pendidikan yang tetap eksis sampai sekarang, seperti KH. Noer Alie
(pendiri Pesantren Attaqwa, Bekasi), KH. Mukhtar Thabrani (pendiri
Pesantren An-Nur, Bekasi), KH. Abdul malik (putra Guru Marzuki), KH.
Zayadi (pendiri Perguruan Islam Az-Ziyadah, Klender), KH. Abdullah
Syafi’i (pendiri Pesantren Asy-Syafi’iyyah, Jatiwaringin), KH. Ali
Syibromalisi (pendiri Perguruan Islam Darussa’adah dan mantan ketua
Yayasan Baitul Mughni, Kuningan-Jakarta), KH. Abdul Jalil (tokoh ulama
dari Tambun, Bekasi), KH. Aspas (tokoh ulama dari Malaka, Cilincing),
KH. Mursyidi dan KH. Hasbiyallah (pendiri perguruan Islam al-Falah,
Klender), dan ulama-ulama lainnya. Selain KH. Abdul Malik (Guru Malik),
putera-putera Guru marzuki yang lain juga menjadi tokoh-tokoh ulama,
seperti KH. Moh. Baqir (Rawabangke), KH. Abdul Mu’thi (Buaran, Bekasi),
KH. Abdul Ghofur (Jatibening, Bekasi).
Guru Marzuki dan Jaringan Ulama Betawi
Dalam kajian Abdul Aziz, MA., peneliti
Litbang Depag dan LP3ES, Guru Marzuki termasuk eksponen dalam jaringan
ulama Betawi yang sangat menonjol di akhir abad ke-19 dan awal abad
ke-20 bersama lima tokoh ulama Betawi lainnya, yaitu: KH. Moh. Mansur
(Guru mansur) dari Jembatan Lima , KH. Abdul majid (Guru Majid) dari
Pekojan , KH. Ahmad Khalid (Guru Khalid) dari Gongangdia , KH. Mahmud
Romli (Guru mahmud) dari Menteng , dan KH. Abdul Mughni (Guru Mughni)
dari Kuningan-Jakarta Selatan .
Guru Marzuki beserta kelima ulama terkemuka Betawi yang hidup sezaman ini memang berhasil melebarkan pengaruh keulamaan dan intelektualitas mereka yang menjangkau hampir seluruh wilayah Batavia (Jakarta dan sekitarnya). Jaringan keulamaan yang dikembangkan oleh “enam pendekar-ulama Betawi” hasil gemblengan ulama haramain inilah yang kelak menjadi salah satu pilar kekekuatan mereka sebagai kelompok ulama yang diakui masyarakat dan telah berjasa menelurkan para ulama terkemuka Betawi selanjutnya.
Guru Marzuki beserta kelima ulama terkemuka Betawi yang hidup sezaman ini memang berhasil melebarkan pengaruh keulamaan dan intelektualitas mereka yang menjangkau hampir seluruh wilayah Batavia (Jakarta dan sekitarnya). Jaringan keulamaan yang dikembangkan oleh “enam pendekar-ulama Betawi” hasil gemblengan ulama haramain inilah yang kelak menjadi salah satu pilar kekekuatan mereka sebagai kelompok ulama yang diakui masyarakat dan telah berjasa menelurkan para ulama terkemuka Betawi selanjutnya.
Wafatnya
Guru Marzuki —rahimahullah wa ardhahu—
wafat pada hari Jumat, 25 Rajab 1353 H. Pemakaman beliau dihadiri oleh
ribuan orang, baik dari kalangan Habaib, Ulama dan masyarakat Betawi
pada umumnya, dengan shalat jenazah yang diimami oleh Habib Sayyid Ali
bin Abdurrahman al-Habsyi (w. 1388/1968) .
Di masa hidupnya, Guru Marzuki dikenal
sebagai seorang ulama yang dermawan, tawadhu’, dan menghormati para
ulama dan habaib. Beliau juga dikenal sebagai seorang sufi, da’i dan
pendidik yang sangat mencintai ilmu dan peduli pada pemberdayaan
masyarakat lemah; hari-hari beliau tidak lepas dari mengajar, berdakwah,
mengkaji kitab-kitab dan berzikir kepada Allah swt. Salah satu biografi
beliau ditulis oleh salah seorang puteranya, KH. Muhammad Baqir, dengan
judul Fath Rabbil-Bâqî fî Manâqib al-Syaikh Ahmad al-Marzûqî.
catatan:
Keluarga turunan Guru Marzuki Jakarta
umumnya hanya mendata nasab beliau sampai kepada Raja Patani Thailand..
setelah penulis selidiki di antara nasab para Raja Patani Thailand nasab
beliau bersambung ke Rasul via fam. AZMATKHAN AL-HUSAINI
Sumber : Keterangan keluarga keturunan Guru Marzuki sampe leluhur
beliau ke 5 & Buku Ahlul Bayt (keluarga) Rasulullah SAW &
Kesultanan Melayu karya : (Tun) Suzana (Tun) Hj Othman & Hj
Muzafaffar Dato Hj Mohammad..Guru Marzuki / al-Syaikh Ahmad al-Marzûqî (1293 – 1353 H/1876 – 1934 M) BIN
1. Syekh Ahmad al-Mirshad BIN
2. Hasnum BIN
3. Khatib Sa’ad BIN
4. Abdul Rahman al-Batawi BIN
5. Sultan Ahmad Fatani @Sri Malayang @ Laksmana Malayang @ Sultan Muhammad (1774-1785) @ Long Muhammad Raja Pattani merdeka terakhir BIN
6. Raja Bakar, Raja Patani (1771-1774) BIN
7. Long Nuh, Raja Patani (1749-1771) BIN
8. Long Nik Datu Pujud, Patani BIN
9. Wan Daim (Ba Tranh) Raja Champa terakhir dinasti ahlul bayt di Kamboja 1686-1692 BIN
10. Nik Ibrahim (Po Nrop) Raja Champa 1637-1684 BIN
11. Nik Mustafa (Po Rome) Raja Champa 1578-1637 BIN
12. Wan Abul Muzaffar (Saudara Sunan Gunung Jati Azmatkhan satu ayah beda ibu) BIN
13. Sayyid Abdullah @ Wan Bo BIN
14. Sayyid Ali Nurul Alam BIN
15. Sayyid Husein Jamaluddin Akbar BIN
16. Sayyid Ahmad Syah Jalaluddin BIN
17. Sayyid Abdullah AZMATKHAN BIN
18. Sayyid Abdul Malik AZMATKHAN BIN
19. Sayyid Alawi ‘Ammil Faqih BIN
20. Sayyid Muhammad Shahib Mirbath BIN
21. Sayyid Ali Khali Qasam BIN
22. Sayyid Alwi BIN
23. Sayyid Muhammad BIN
24. Sayyid Alwi (Pemukan Asyraf fam. Ba’alawy) BIN
25. Sayyid Ubaidillah BIN
26. Imam Ahmad al-Muhajir BIN
27. Imam Isa Al-Rumi, Al-Bashri BIN
28. Sayyid Muhammad An-Naqib BIN
29. Sayyid Ali Al-Uraidh BIN
30. Imam Ja’far Shadiq BIN
31. Imam Muhammad Al-Baqir BIN
32. Imam Ali Zainal Abidin BIN
33. Imam Husein BIN
34. Sayyidina Ali ra, krw, as + Sayyidah Fathimah Az-Zahra ra, as BINTI
35. Sayyidina Nabi Muhammad SAW
sumber : http://basaudan.wordpress.com






0 comments:
Post a Comment